Kamis, 05 November 2020

Apakah Jumlah itu Nakirah atau Makrifah



Jumlah agar sah bertempat pada posisi i'rab mesti dahulu ia bertempat pada posisi mufrad dan jumlah itu di takwilkan (dipalingkan) kepada mufrad, maka bila jumlah itu menjadi na'at atau hal tentunya jumlah itu di i'rab, dan jumlah tersebut harus berposisi pada posisi mufrad.

Tatkala jumlah bukan mufrad pada hakikat  maka jumlah ini tidak bisa di kategorikan kepada nakirah atau makrifah sebagaimana pendapat Ar Radhi, karena nakirah dan makrifah hanya terletak pada isim, tetapi jumlah ini digolongkan kepada bagian mufrad.

Lantas timbul pertanyaan yg lain :
 "Mufrad tersebut apakah nakirah atau makrifah ?"

Pertanyaan ini bukan tertuju kepada jumlah tetapi kepada mufrad.

Kemudian, ketika mufrad ini tiada jelas, timbul keraguan apakah ia nakirah atau makrifah, maka kembali kepada asalnya. Asal setiap isim adalah nakirah bukan makrifah, maka maksud mufrad disini adalah mufrad yang nakirah.

Oleh karena itu, jumlah yang terletak setelah makrifah sah dijadikan sebagai hal karena lengkap syarat dan tiada penegah. Dan jumlah yang jatuh setelah makrifah tidak bisa di jadikan sebagai na'at karena adanya penegah, yaitu seandainya kita jadikan sebagai na'at sungguh jumlah itu menjadi nakirah dan tidak sesuai dengan matbu' nya yang makrifah.

Alasan jumlah ini bisa dijadikan sebagai hal karena para ulama tidak mensyaratkan adanya persamaan antara hal dan Sahib hal-nya dari segi nakirah dan makrifahnya, akan tetapi syarat hal menurut pendapat shahih adalah tidak muthabaqah (sesuai) karena hal harus nakirah dan shahib halnya makrifah.

Sabtu, 31 Oktober 2020

Perbedaan Antara الرَوح dan الرُوح


Didalam Al-Qur'an terdapat kata-kata الروح dengan makna yang berbeda-beda tergantung harkat awalnya, jika harkat awalnya dhummah maka akan bermakna dengan jiwa manusia ataupun juga bisa bermakna dengan makalikat jibril, tergantung siyaq kalamnya.

Namun jika kalimat tersebut berhakat fatah maka dia akan bermakna rahmat.


Contohnya sebagai berikut :


 وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلرُّوحِ ۖ قُلِ ٱلرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّى وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit"


 تَنَزَّلُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ

Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan


 يَابَنِىَّ ٱذْهَبُوا۟ فَتَحَسَّسُوا۟ مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَا۟يْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ

Hai anak-anakku, pergilah kalian, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kalian berputus asa dari rahmat Allah


Indahnya Bahasa Arab dengan kekayaannya.

Sabtu, 24 Oktober 2020

Tanda Khusus bagi Isim



Faidah.

Dalam kitab Mukhtasar tanda isim hanya disebutkan 5 saja. Mengapa demikian ???


🔹 Isnad terkhusus pada isim dikarenakan Musnad ilaih tidak ada kecuali dianya berbentuk isim.


🔹 Jar terkhusus pada isim dikarenakan Majrur adalah Mukhbar 'anh pada makna dan Mukhbar 'anh hanya pada ada pada isim.


🔹 Izafah terkhusus pada isim dikarenakan dia pada makna isnad.


🔹 Alim lam (ال) terkhusus pada isim dikarenakan asalnya untuk memakrifahkan dan makrifah hanya pada isim.


🔹 Nida terkhusus pada isim dikarenakan dia adalah maf'ul bih dan maf'ul hanya pada isim.


Ref. Al-Muhith

Muhammad Al-Anthaki




Jumat, 23 Oktober 2020

Hal (الحال)



الحال هو الوصف الفضلة المنتصب للدلالة على الهيئة

Hal adalah sebuah wasaf yang fuzlah (bukan musnad / musnad ilaih) yang nashab untuk mengindikasikan pada kelakuan. Adakala ia sarih ataupun muawwal (jumlah/serupa jumlah).

Hal terbagi 3 pembagian.

1. Hal Mufrad : Hal yang bukan berbentuk jumlah atau serupa jumlah.
Contoh : جاء زيد راكبا (zaid datang dengan berkendara)

2. Hal Serupa Jumlah : Jatuhnya dharaf atau jar-majrur pada posisi hal.
Contoh : فخرج على قومه في زينته (keluarlah qarun pada kaumnya dalam kemegahannya)

3. Hal Jumlah : Jatuhnya jumlah ismiyah atau fi'liyah pada posisi hal.
Contoh : ....سمعت الرسول قال (aku mendengar Rasul yang berkata ia...)

Rabu, 21 Oktober 2020

Na'at


 

النعت هو التابع المشتق او المؤول به المباين للفط متبوعه


▶ Naat adalah sebuah isim yang menyertai dengan kalimat sebelumnya yang berupa isim musytak (isim fail, isim maf'ul) atau muawwal bil musytak (isim isyarah, isim mausul) untuk menjelaskan matbuknya.


▶ Naat terbagi dalam 5 macam !


1. Naat Mufrad.

Contoh : جاء زيد الشاعر

2. Naat Jumlah Fi'liyah.

Contoh : جاء رجل يحمل معه كتابا

3. Naat Jumlah Ismiyah.

Contoh : جاء رجل ثوبه جديد

4. Naat Dharaf.

Contoh : رأيت عصفورا فوق الشجرة

5. Naat Jar-Majrur.

Contoh : رأيت عصفورا على الشجرة


▶ Adapun pada jumlah fi'liyah dan ismiyah disyaratkan bahwa man 'utnya berupa nakirah. Jika kalimat sebelum jumlah berupa ma'rifah maka dii'rab sebagai hal bukan na'at, dikarenakan Jumlah beposisi pada posisi nakirah. Dan nakirah tidak disifatkan kecuali pada nakirah.


▶ Dalam Qaidah :


الجمل بعد النكرات صفات و بعد المعارف أحوال

Sabtu, 12 September 2020

Pembagian Huruf Jar (في)


Huruf ini terbagi dalam 2 bagian.

1. Huruf jar asli.

Kalimat في yang menjadi huruf jar asli mempunyai 8 makna.

a. Dharfiyah, adakala makaniyah, zamaniyah atau majaziyah.

Contoh :

جلست في الدار

Aku duduk didalam rumah.

سافرت في المساء

Aku bermusafir di sore hari.

و لكم في القصاص حياة

Dan didalam qishas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagi kalian.


b. Mushahabah : Bersama/Beserta.

Contoh : 

فخرح على قومه في زينته

Maka keluarlah Qarun pada kaumnya beserta kemegehannya (Pendapat zahir bermakna Dharfiyah).


c. Ta'lil : Alasan.

Contoh :

دخلت إمراة النار في هرة

Perempuan masuk neraka dengan sebab kucing.


d. Isti'lak : Diatas.

Contoh :

ولَأصلبَنكم فِى جذوع النخل

Sungguh aku akan menyalib kalian semua diatas pohon kurma.


e. Bermakna seperti ب : Dengan.

Contoh : 

انت خبير في هذا الامر

Engkau pemberi berita dengan ini perkara.


f. Bermakna seperti الى : Kepada.

Contoh :

فَردوا أيْديهم فى أفواههِم

Maka mereka menutupkan tangannya ke mulutnya.


g. Bermakna seperti من : Sebagian dari.

Contoh :

أخذت كتابا في خمسة كتب

Aku mengambil satu kitab dari lima segala kitab.


h. Muqayasah : Analogi/perbandingan.

Contoh : 

فما متاع الحياة الدنيا في الآخرة الا قليل

Maka Kenikmatan dunia bila dibanding dengan akhirat hanyalah sedikit.


2. Huruf jar ziyadah.

Huruf في yang menjadi jar ziyadah terbagi dalam 2 bagian.

a. Ta'wiz : Digunakan karena mengganti dari sesuatu kalimat yang dibuang.

Contoh :

اكلت ما رغبت فيه -----> اكلت فيما رغبت

Aku makan sesuatu yang aku senangi padanya

|

Aku makan sesuatu yang aku senangi.

Jumlah فيه dibuangkan dan digantikan dengan في yang men-jarkan ما mausul.


b. Taukid : Masuk pada fiil yang Mutaa'di dengan sendirinya.

Contoh : 

و قال اركبوا فيها ----> اركبوها

Dan Nabi Nuh berkata : Naiklah kalian ke bantera . . . 

Fiil اركبوا adalah fiil yang Mutaa'di dengan sendirinya.


Jumat, 21 Agustus 2020

Pembagian Ilmu bahasa arab

Untuk mengetahui seluk beluk bahasa Arab lebih dalam dan untuk menilai keindahan kalimat baik prosa maupun puisi, maka sastrawan-sastrawan Arab telah menetapkan 13 cabang ilmu yang bertalian dengan bahasa yang disebut dengan


"Ulumul Arabiyah"

"Ulumul Arabiyah" bisa disebut linguistik Arab itu terdiri dari :

1. Ilmu Lughah: llmu pengetahuan yang menguraikan kata-kata (lafaz) Arab besamaan dengan maknanya. Dengan pengetahuan ini, orang akan dapat mengetahui asal kata dan seluk beluk kata. Tujuan ilmu ini untuk memberikan pedoman dalam percakapan, pidato, surat-menyurat, sehingga seseorang dapat berkata-kata dengan baik dan menulis dengan baik pula.


2. Ilmu Nahwu: Ilmu pengetahuan yang membahas perihal kata-kata Arab, baik ketika sendiri (satu kata) maupun ketika terangkai dalam kalimat. Dengan kaidah-kaidah ini orang dapat mengatahui Arab baris akhir kata (kasus), kata-kata yang tetap barisnya (mabni), kata yang dapat berubah (mu'rab).

Tujuanya adalah untuk menjaga kesalahan-kesalahan dalam mempergunakan bahasa, untuk menghindarkan kesalahan makna dalam rangka memahami Al-Quran dan Hadits, dan tulisan-tulisan ilmiah atau karangan.

Dalam tata bahasa/sintaksis Arab, dikenal istilah Fi'il dan Huruf, jumlah Ismiyah dan Fi'liyah serta Syibhu jumlah. Dalam ilmu Nahwu banyak lagi istilah dan persoalan yang dihadapi yang dapat diteliti dari buku-buku yang banyak tersebar. Pengarangan Ilmu Nahwu bermula ketika Abu Aswad Ad-Duwali mendengar kata-kata arab yang janggal, kemudian beliau menyampaikannya pada Khalifah Ali Bin Abi Thalib.


3. Ilmu Sharaf (morfologi Arab). Ilmu pengetahuan yang menguraikan tentang bentuk asal kata, maka dengan ilmu ini dapat dikenal kata dasar dan kata bentukan, dikenal pula afiks, Sufiks dan infiks, kata kerja yang sesuai dengan masa. Penciptaan llmu Sari ini adalah Muaz bin Muslim.


4. Ilmu Isytiqaq: Ilmu pengetahuan tentang asal kata dan pemecahannya, tentang imbuhan pada kata (hampir sama dengan ilmu Saraf)


5. Ilmu 'Arudh : Yang membahas hal-hal yang bersangkutan dengan karya sastra syair dan puisi. llmu Arudh memberitahukan tentang wazan-wazan (timbangan) syair dan tujuanya adalah untuk membedakan proses dalam puisi membedakan syair dan bukan syair. Dengan ilmu arudh ini dikenal bahar syair seperti berikut ini: bahar thawil, bahar madid, bahar basith, bahar wafir, bahar kamil, bahar hijaz, bahar rajaz, bahar sari' bahar munsarih, bahar khafif, bahar mudhari, bahar muqradmib, bahar mujtas, bahar mutaqarib, bahar Romawi dan bahar mutadarik.


6. Ilmu Qawafi: yang membahas suku terakhir kata dari bait-bait syair sehingga diketahui keindahan syair. Yang memprakarsai adanya Qawafi ialah Muhallil bin Rabi'ah paman Amruul Qaisy.


7. llmu Qardhus Syi'ri yaitu sejenis ilmu pengetahuan tentang karangan yang berirama (lirik), dengan tekanan suara yang tertentu. Gunanya untuk membantu menghafalkan syair dan mempertajam ingatan pembaca syair.


8. Ilmu khat yaitu pengetahuan tentang huruf dan cara merangkaikannya, termasuk bentuk halus kasarnya dan seni menulis dengan indah dapat dibedakan dalam beberapa bentuk mulai dari khat tsulus, Diwan, Parsi dan khat nasakh. Penemu pertama ilmu khat adalah nabi Idris karena beliaulah yang pertama kali menulis dengan kalam.


9. Ilmu Insyak yaitu ilmu pengetahuan tentang karang mengarang surat, buku, pidato, cerita artikel, features dan sebagainya. Gunanya untuk menjaga jangan sampai salah dalam dunia karang-mengarang.


10. Ilmu Mukhadarat yaitu pengetahuan tentang cara-cara memperdalam suatu persoalan, untuk diperdebatkan didepan majlis, untuk menambah keterampilan berargumentasi, mahir bertutur dan terampil mengungkapkan cerita.


11. Ilmu Badi' yaitu pengetahuan, tentang seni sastra, Penemu imu ini adalah Abdullah bin Mu'taz. llmu ini ditujukan untuk menguasai seluk beluk sastra sehingga memudahkan seseorang dalam meletakkan kata sesuai tempatnya sehingga kata-kata tersusun dengan indah, sedap didengar dan mudah diucapkan.


12. Ilmu Bayan ialah ilmu yang menetapkan beberapa peraturan dan kaedah untuk mengetahui makna yang terkandung dalam kalimat. Penemunya adalah Abu Ubaidah yang menyusun pengetahuan ini dalam "Muujazu Al-Quran" kemudian berkembang pada imam Abu qahir disempurnakan oleh pujangga-pujangga Arab lainnya seperti AI-Jahiz, lbnu Mu'taz, Qaddamah dan Abu Hilal Al- Asikari. Dengan ilmu ini akan diketahui rahasia bahasa arab dalam prosa dan puisi, keindahan sastra Al-Quran dan Hadist. Tanpa mengetahui ilmu ini seseorang tidak akan dapat menilai apalagi memahami isi Al-Quran dan Sabda nabi dengan sesungguhnya.


13. Ilmu Ma'ani ialah pengetahuan untuk menentukan beberapa kaedah untuk pemakaian kata sesuai dengan keadaan (situasi dan kondisi) dalam istilah disebutkan "Muthabiq Lil muqtadhal Hal" tujuannya untuk mengetahui I'jaz Al-Quran, keindahan sastra Al-Quran yang tiada taranya.

Kamis, 20 Agustus 2020

Keistimewaan Bahasa Arab 3


Seorang lelaki mengetuk pintu rumah Hasan Al-Bisri seraya berkata :

"wahai Abu Said"

Hasan Al-Bisri tak menjawabnya.
Kemudian dia mengetuk kedua kalinya :

"wahai Abi Said"

Maka Hasan Al-Bisri menjawabnya : 

"katakanlah yang ketiga,

lalu masuklah"


يا أبو سعيد

يا أبي سعيد

يا أبا سعيد


Note : 

Huruf Nida beramal Menashabkan isim sesudahnya bila isim tersebut berupa kalimat yang murakab.

Rabu, 12 Agustus 2020

Perdebatan Imam Sibawaihi dengan Imam Kasai


Pada saat umur 35, Imam Sibawaihi terlibat perdebatan dengan Imam Kasai. Hal tersebut terjadi di hadapan Yahya bin Khalid (perdana menteri Khalifah Harun Ar-Rasyid dinasti Abbasyiah). Perdebatan tersebut membahas tentang Zumburiyah.

Imam Kasai berkata : Engkau bertanya padaku atau aku yang bertanya padamu ?

Imam Sibawaihi : Tanyai aku !

Imam Kasai : Bagaimana pendapatmu tentang perkataan.


1.

 قد كنتُ أظنُّ أنّ العقربَ أشدُّ لسعةً من الزُنبُورِ فإذا هو هي

atau

قد كنتُ أظنُّ أنّ العقربَ أشدُّ لسعةً من الزُنبُورِ فإذا هو إيّاها

(Aku menyangka bahwa Kalajengking sengatannya lebih gesit daripada Tawon, demikianlah adanya)


2. 

خرجت فإذا عبد الله القائمُ

atau

خرجت فإذا عبد الله القائمَ

(Aku keluar tiba-tiba Abdullah berdiri)


Apakah perkataan tersebut benar keduanya atau hanya salah satu saja ???


Setelah diam beberapa saat Imam sibawaihi menjawab : Satu-satunya bacaan yang benar dari kalimat tersebut adalah Rafa', saya tidak pernah mendengar perkataan orang arab yang membaca dengan Nashab.


Setelah Imam Sibawaihi berhenti, secara langsung Imam Kisai membantah apa yang disampaikan oleh Imam Sibawaihi itu. Beliau lebih memilih bahwa kedua bacaan (yaitu bacaan rafa' dan nasab) adalah benar dan juga dipakai oleh orang Arab dalam keseharian mereka.


Berbagai keterangan pembelaan terhadap pendapatnya masing-masing terus bergulir hingga membuat Yahya bin Khalid bingung dan akhirnya mengusulkan adanya voting dan penelitian secara langsung mengenai masalah tersebut kepada orang-orang Arab sendiri, dengan pertimbangan bahwa bahasa itu adalah bahasa mereka dan sudah semestinya mereka lebih tahu dengan bahasa mereka sendiri.


Usulan itu pun disepakati oleh kedua belah pihak. Panitia yang ditugaskan untuk menelitipun mulai bertugas menanyai setiap orang Arab yang ada di sana, mengenai bacaan mana yang mereka gunakan dari kedua lafazh yang diperdebatkan tadi.


Setelah penelitian selesai dan hasilnya diumumkan dihadapan ratusan penonton, akhirnya keberuntungan berpihak kepada Imam Kisai. Mayoritas orang Arab yang ada di sana mengatakan bolehnya dua wajah yaitu bacaan Nashab dan Rafa' untuk kalimat tersebut.


----------------


Tak pelak jawaban itu membuat Imam Sibawaihi terkejut dan merasa heran sekaligus tersudutkan. Karena penelitian yang beliau dapatkan selama ini berkesimpulan bahwa Rafa'lah satu-satunya bacaan yang betul terhadap kalimat di atas. Tapi tak ada gunanya lagi, keputusan hakim telah tetap yaitu memenangkan pendapat Imam Kasai dan menganggap salah pendapat Imam Sibawaihi.


Peristiwa itu membuat hati Imam Sibawaihi sempat terpukul, kenapa hasil penelitian tersebut bisa berbeda dengan kenyataan yang beliau dapati pada saat perdebatan berlangsung ? Ternyata, setelah beberapa hari berselang, diketahuilah suatu kebohongan publik yang direkayasa oleh blok Kufah. Kebetulan pada saat itu Imam Kisai yang notabenenya adalah imam orang-orang Kufah di bidang Nahwu adalah juga merupakan orang dalamnya Khalifah Harun al-Rasyid yang tengah berkuasa pada saat itu. 


Sementara itu seluruh warga Arab yang berkumpul di arena perdebatan pada saat itu tahu dengan hal tersebut dan tidak berani berbeda pendapat dengan orang dekat khalifah (Imam Kisa'i), sehingga mereka mau saja menyetujui apa yang disampaikan olehnya walaupun sebenarnya mereka membenarkan pendapat Imam Sibawaih yang mengatakan Rafa'lah satu-satunya bacaan yang betul terhadap kalimat tersebut.


(Tarikh Baghdad, karya Al-Khathib al-Baghdadi)

Pengesahan Mubtada boleh Nakirah


Mubtada pada dasarnya haruslah berupa kalimat Ma’rifah, dan terkadang ada juga Mubtada yang berupa kalimat Nakirah akan tetapi dengan beberapa syarat.


1. Terdahulu Khabar yang berupa Jar-Majrur atau Dharaf.

Contoh : ٌعلى أبصارهم غشاوة


2. Terdahulu Istifham.

Contoh : أالهٌ مع الله

Hamzah istifham adalah pengesahan Mubtada dengan Nakirah dan serupa jumlah didepannya menjadi Khabar.


3. Terdahulu Nafi.

Contoh : ما من الهٍ الا اله واحد

Min ilahin Majrur pada Lafaz dan Marfu’ pada Mahal dan ilahun yang kedua menjadi Khabar.


4. Lafaz Nakirah mengindikasikan pada do’a.

Contoh : سلامٌ على نوح في العالمين


5. Nakirah jatuh sebagai Mausuf.

Contoh : رسولٌ من الله يتلو صحفا مطهرة

Yang menjadi Mubtada adalah Rasulun yang menjadi Mausuf dari serupa jumlah من الله dan Khabarnya adalah jumlah fi’liyah.


6. Nakirah adalah Isim Syarat.

Contoh : مَن جاء بالحسنة فله عشر امثالها

Kalimat مَن adalah Isim Syarat, Amil Jazam dan Nakirah pada mahal Rafa’ jatuh sebagai Mubtada.


7. Nakirah yang mengindikasikan untuk umum.

Contoh : كلٌّ يموت

Mati adalah perkara yang akan dirasakan setiap manusia, disini letak keumumannya sehingga kalimat kullu bisa jadi Mubtada.


8. Nakirah jatuh sebagai Jawab Syarat.

Contoh : ٌمَن جاءك فتجب رجل

Kalimat ٌرجل menjadi jawaban dari مَن dengan takdir رجلٌ عندي


9. Nakirah yang terdahulu dengan waw hal.

Contoh : و نجمٌ قد أضاء

Kalimat ٌنجم Nakirah jatuh sebagai Mubtada.


10. Nakirah diatafkan pada Ma’rifah.

Contoh : مصطفى و رجلٌ قائمان

Kalimat رجل menjadi Ma’tuf dari Ma’ruf Alaih yang Ma’rifah.


11. Nakirah jatuh sesudah laula (لولا)

Contoh : لولا أجتهادٌ لساد الناس كلهم

Kalimat ٌاجتهاد jatuh sebagai Mubtada yang didahului لولا


12. Nakirah yang didahului Lam Ibtida’

Contoh : لَرجلٌ قائم

Kalimat ٌرجل didahului Lam Ibtida’ sebagai Mubtada.


13. Nakirah yang jatuh sebagai Ma’tuf alaih dari kalimat yang dinaatkan.

Contoh : رجلٌ و زوجةٌ صاحلةٌ في الدار

Kalimat ٌزوجةٌ صالحة diatafkan pada ٌرجل


14. Nakirah yang dimaksudkan untuk pembagian atau perincian.

Contoh : فيومٌ بادر و يومٌ حار

Kalimat يوم disini menunjukkan pada bagian dari hari, ada hari yang panas dan dingin.

Sabtu, 08 Agustus 2020

Perbedaan Kalimat "الأبــوان" dan "الوالـدان"

 

الأبــوان

Kumpulan dari ayah dan ibu (الأب و الأم) beserta lebih condrong kepada pihak ayah. Karena kalimat tersebut di ambilkan dari kalimat "الأبُوَّة" (kebapakan) yang dimiliki seorang ayah, bukan ibu. Karenanya ayat-ayat mengenai warisan dan pertanggung jawaban memakai kalimat "الأبوان" untuk kesesuaiannya.

Laki-laki adalah seorang yang bertanggung jawab terhadap nafaqah, warisannya dikeluarkan untuk belanja dan warisan perempuan disimpan.

Firman Allah SWT :

و لأبويه لكلّ واحد منهما السدس

Dan bagi ibu bapak masing-masing mendapat seperenam (An-Nisa : 11)

و رفع أبويه على العرش

Dan Nabi Yusuf menaikkan ibu bapaknya keatas singasana (Yusuf : 100)


الـوالـدان

Kumpulan dari ayah dan ibu (الأب و الأمّ) beserta lebih condrong kepada pihak ibu. Karena kalimat tersebut diambil dari kalimat "الوِلَادَة" (melahirkan) yang dimiliki seorang ibu, bukan ayah. Karenanya ayat-ayat mengenai wasiat, keampunan, do'a dan kebaikan menggunakan kalimat "الوالدان".

Firman Allah SWT :

و بالوالدين إحسانا

Berbuat baiklah kepada ibu bapak (Al-Baqarah : 83)

و وصّينا الإنسان بوالديه حسنا

Kami perintahkan manusia berbuat kebaikan pada ibu bapaknya (Al-Ankabut : 8)


Perbedaan antara alif dan ya' lazimah dan bukan


الياء اللازمة

Ya' yang terdapat pada ujung dari kalimat isim Mangqus dan ia merupakan kalimat dari isim tersebut. Syaratnya adalah berharkat kasrah sebelum akhir kalimat.

Contoh : القاضِي ، الهادِي 


الياء غير اللازمة

Ya' yang datang sebagai tanda bagi Jar atau nasab pada isim tasniyah dan jamak muzakkar salim. Ya' disini bisa berubah-ubah tergantung i'rabnya, dikarenakan dia bukan asal dari kalimat tersebut.

Contoh : رأيت رجلَين


الألف اللازمة

Alif yang terdapat pada ujung kalimat isim maqsur dan ia merupakan kalimat dari isim tersebut walaupun dia adalah alif yang telah digantikan. Syaratnya adalah berharkat Fatah sebelum akhirnya.

Contoh : فتى ، هدى


الألف غير الازمة

Alif yang datang sebagai tanda Rafa' bagi isim tasniyah, dan ia bisa berubah-ubah tergantung i'rabnya.

Contoh : خرج رجلان 

Perbedaan penggunaan kata PEREMPUAN di Al-Qur'an


Perbedaan antara "الإمرأة" dan "الزوجة" dan "الصاحبة" dalam Al-Qur'an.

الإمراة

Jika ada hubungan fisik antara laki-laki dan perempuan, tidak ada keharmonisan, tidak ada kesamaan pikiran dan cinta. Perempuan yang dimaksud disini adalah "إمرأة".

• Firman Allah SWT : (إمرأة نوح), (إمرأة لوط). Perempuan disini tidak dinamakan dengan (زوحة) karena terdapat perselisihan Aqidah antara keduanya, mereka adalah para Nabi yang beriman sedang istri-istri mereka tidak beriman.

• Firman Allah SWT : (إمرأة فرعون) karena Firaun tidak beriman tetapi istrinya beriman.


الزوج

Jika ada hubungan fisik, terdapat keharmonisan, terdapat kesamaan pikiran dan cinta. Perempuan yang dimaksud disini adalah "الزوج".

• Firman Allah SWT :

و قُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّة

 (Wahai Adam tinggallah kamu dan istrimu di surga).

Sehingga Allah menunjukkan atas kesesuaian aqidah dan keselarasan antara keduanya..


الصاحبة

Al-Qur'an menggunakan kata "الصاحبة" ketika terputusnya hubungan keselarasan aqidah dan keharmonisan antara dua pasangan.

Jadi sebagian besar persaksian pada hari kiamat Al-Qur'an menggunakan lafaz "الصاحبة".

• Firman Allah SWT :

يَوۡمَ يَفِرُّ ٱلۡمَرۡءُ مِنۡ أَخِيهِ وَأُمِّهِۦ وَأَبِيهِ وَصَٰحِبَتِهِۦ وَبَنِيهِ

(Hari seseorang melarikan diri dari saudara, ibu, bapak, teman dan anaknya)

karena hubungan fisik dan keharmonisan terputus disebabkan kematian dan haru-hara kiamat.


NOTE : 

Dalam Al-Qur'an tidak ada penggunaan kata "الزوجة" yang ada hanya "الزوج" karena arti harfiyah dari kalimat ini adalah "Pasangan" bukan "Istri".

Jumat, 07 Agustus 2020

HAL MENARIK DIBALIK NAMA MUHAMMAD

Lafadz Muhammad ( محمّد ) dalam ilmu nahwu dinamakan ‘alam manqul dari isim maf’ul fi’il mubalaghah yaitu “ حمّد”, dikarenakan banyak sekali perkara-perkara yang terpuji terdapat pada diri Rasulullah SAW sehingga beliau dinamakan dengan nama "محمّد”. Nama Muhammad merupakan nama Rasulullah SAW di bumi, sedangkan nama beliau yang populer di langit yaitu “أحمد”, sebelum nabi kita dilahirkan dan di beri nama Muhammad terdapat lima belas orang yang bernama Muhammad (محمّد), sedangkan nama Ahmad (أحمد) tidak diperdapatkan sebelumnya. Terdapat beberapa hadist yang menganjurkan kepada kita untuk memberikan nama seseorang dengan nama muhammad (محمّد ) atau ahmad (أحمد) diantaranya ialah :


1. Hadist Qudsi dari riwayat abu na’im :


قال الله تعالى : لا أعذب أحدا تسمى بإسمك بالنار

Artinya : “ Berfirmanlah Allah ta’ala, tidak aku azab dengan neraka orang-orang yang namanya sama dengan nama engkau.”


2. Dalam riwayat lain :


قال الله تعالى : إنى آليت على نفسى أن لا يدخل النار مَن إسمه أحمد و محمّد

Artinya : “ Sesungguhnya aku bersumpah atas diriku bahwa tidak akan pernah masuk neraka orang-orang yang namanya Ahmad dan Muhammad.”


Al-Kawakib ad-Durriyah ala Mutamimmah

Al-Ajrumiyah Juz 1 Hal 5 Cet, Haramain.

Kekuatan Huruf dan Makna di dalam Al-Qur'an


Hubungan antara kekuatan Huruf dan kekuatan Makna pada contoh "هزّ" dan "أزّ"

Keduanya bermakna "الدفع"..

Akan tetapi huruf "الهاء" adalah yang lemah sehingga berfaidah kepada mendorong dengan pelan.

Sedang huruf "الهمزة" adalah yang huruf yang kuat sehingga berfaidah kepada mendorong dengan kuat.

Seperti contoh :


1. Q.S Maryam 19 : 25.

وَهُزِّىٓ إِلَيْكِ بِجِذْعِ ٱلنَّخْلَةِ تُسَٰقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا

"Dan goyanglah* pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu".


2. Q.S Maryam 19 : 83.

أَلَمْ تَرَ أَنَّآ أَرْسَلْنَا ٱلشَّيَٰطِينَ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا

"Tidakkah kamu, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk mendorong* mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh".


الدفع*

قوائد اللغة العربية

Kamis, 06 Agustus 2020

Alasan Umar Selalu dipukul si Zaid (Ilmu Nahwu)

KISAH DIBALIK PEMUKULAN UMAR OLEH ZAID.
=======================================

Di ceritakan :

Daud basya seorang gubernur dari daulah ustmaniyah ingin belajar bahasa arab,
Lalu dia menghadirkan salah seorang ulama dari ulama-ulama dinegrinya.
Suatu hari dia bertanya kepada gurunya :

"apa kesalahan si amrun sehingga si zaid memukulnya tiap hari, apakah amrun punya kedudukan lebih rendah dari zaid sehingga zaid bebas memukulnya, menyiksanya dan amrun tidak bisa membela dirinya ?".

Si gubernur menanyakan ini sambil menghentakkan kakinya ke tanah sambil marah-marah. Lalu gurunya menjawab :

"tidak ada yang dipukul , tidak ada yang memukul wahai gubernur, ini cuma permisalan saja yg di buat ulama nahwu supaya memudahkan untuk belajar ilmu bahasa itu"

Ternyata jawaban ini tidak memuaskan gubernur tadi, dan ia marah lalu ia penjarakan gurunya tadi, Kemudian ia menyuruh orang untuk mencari ulama nahwu yang lain, lalu ia tanya kepada mereka seperti pertanyaan tadi, dan mereka menjawab dengan jawaban seperti ulama yang pertama.
Lalu mereka juga terpenjara, satu per satu ulama negeri itu tidak bisa memuaskan gubernur dengan jawabannya, akhirnya penuhlah penjara dan sunyilah madrasah-madrasah dari guru-guru pengajar dikarenakan ulamanya semua terpenjara.

Kejadian ini menjadi pembahasan dimana-dimana dan bagaimana mencari jalan keluarnya. Kemudian ia mengutus utusan untuk menjemput para ulama ahli bahasa di baghdad lalu di hadirkan di hadapannya.
Akhirnya pimpinan ulama yg paling alim dari para ulama baghdad ini berani maju menjawab pertanyaan gubernur.
Maka gubernur daud bertanya :

"apa kesalahan amrun sehingga selalu di pukul zaid ?"

Maka ulama tadi menjawab :

"Kesalahan amrun adalah karena ia telah mencuri huruf waw yang seharusnya itu milik anda wahai gubernur. Sambil ulama tadi mengisyaratkan adanya huruf waw di kalimat amrun setelah huruf ra', dan huruf waw yang saharusnya ada 2 di kalimat daud trnyata cuma ada 1. Maka para ulama nahwu menguasakan si zaid untuk selalu memukul amrun, sebagai hukuman atas perbuatannya itu."

Maka sangat puaslah gubernur dengan ini jawaban, dan memuji ulama tadi, lalu gubernur menawarkan hadiah. 

"apa saja yg kamu kehendaki silahkan sebutkan".

Lalu ulama tadi menjawab :

"aku cuma minta agar para ulama yang anda penjarakan di bebaskan semuanya".

Maka gubernur mengabulkannya, akhirnya para ulama itu bebas semuanya dari penjara. Dan ulama dari baghdad tadi diberi hadiah sekaligus diberi uang transportasi dan diantar kembali ke negerinya.

Sumber :
النظرات للشيخ مصطفى لطفي بن محمد لطفي المنفلوطي المتوفى ١٣٤٣ هجرية بمصر  (٣٠٨: ١)٠

Pembahasan Tentang Jumlah (Ilmu Nahwu)


Ulama Nahwu bebeda pendapat mengenai definisi dari "JUMLAH".
الجملة هي ما تألف من مسند و مسند إليه
Sebagian Ulama berpendapat bahwa Jumlah adalah sesuatu yang tersusun dari Musnad dan Musnad Ilaihi seperti Fi'il dan Fa'il, Fi'il dan Naib Fa'il, Mubtada dan Khabar, Mubta dan Fa'il yang berposisi sebagai Khabar, Dharaf dan Madhruf, Fi'il Nasikh beserta Isim dan Khabarnya, Huruf-Huruf yang beramal beserta Makmulnya dll. Maka berdasar definisi ini, jumlah tidak dilihat dari sempurna faidahnya ataupun tidak.
Contoh : 
. . . . . . في الدارِ
إن قام زيد

الجملة هي العبارة المفيدة فائدة تامة يحسن السكوت عليها
Sebagian berpendapat bahwa Jumlah adalah Suatu Ibarat yang memberi faidah sempurna hingga sipendangar tidak bertanya-tanya lagi. Berdasar definisi ini maka contoh diatas tidak termasuk dalam kategori jumlah.
Kenyataannya dalam Ilmu Nahwu, jumlah pada definisi yang kedua dinamakan dengan "Kalam" dalam artian Jumlah dan Kalam adalah Lafaz yang Muradif (2 nama untuk 1 musamma).
Sedangkan Ulama yang mendifinisikan Jumlah pada yang pertama mengatakan bahwa Jumlah dan Kalam adalah 2 lafaz yang berbeda (umum dan khusus mutlak).

Jumlah ditinjau dari sesuatu yang dimulainya terbagi 3 :
1. Jumlah Ismiyah : Jumlah yang permulaannya berupa isim, baik isim zat, isim musytak atau isim fi'il. Dan tidak diiktibarkan akan adanya huruf pengiring dari jumlahnya.
Contoh : 
إن زيدا قائم

2. Jumlah Fi'liyah : Jumlah yang permulaannya berupa fi'il, baik fi'il tam ataupun naqish. Dan tidak diiktibarkan akan adanya huruf pengiring dari jumlahnya.
Contoh :
إن قام زيد
Maka pada contoh : 
يا عبد الله
زيدا اكرمه
و اللهِ لافعلن
adalah contoh dari jumlah fi'liyah karena semuanya terdapat fi'il yang dibuangkan.
Takdirnya adalah :
أدعو عبد الله، اكرم زيدا اكرمه، و اقسم و الله لافعلن

3. Jumlah Dharfiyah : Jumlah yang permulaannya berupa Dharaf atau Huruf Jar.
Contoh : 
. . . . . في الدارِ
Adapun apabila jumlah ini didahului oleh Nafi atau Istifham, maka isim marfu' sesudahnya tidak dapat dikatakan lagi sebagai mubtada muakhar, dikarenakan huruf nafi dan istifham adalah huruf yang terkhusus bagi fi'il, maka adanya huruf tersebut di permulaan kalam menunjukkan bahwa ada fi'il yang dibuangkan yaitu "استقر" akan tetapi isim marfu' tersebut tidak dikatakan sebagai fa'il dari fi'il yang dibuangkan melainkan ia sebagai fa'il bagi dharaf ataupun jar-majrur. Oleh karena inilah Jumlah Dharfiyah dinamakan dengan serupa jumlah isim fi'il dan fa'il.

PERTANYAAN.
1. Pada definisi yang kedua, contoh "إن فام زيد" tidak dinamakan jumlah karena ia tidak berfaidah. Lalu dinamakan apakah dia ????

SEKIAN.
Ref. Al-Muhith (Muhammad Al-anthaki)

Keistimewaan Bahasa Arab 2.


ساعدني

(TOLONGLAH AKU)

بنقل السين بعد الألف
(DENGAN MEMINDAHKAN "SIN"
SESUDAH "ALIF")

Maka akan menjadi :
أسعدني

(BAHAGIAKANLAH AKU)

🔹 Ungkapan yang bagus, hanya dengan memindahkan satu huruf maka akan berlainan jauh maknanya..

🔹 Jika digabung akan menjadi :

Tolonglah Bahagiakan Aku

Keistimewaan Bahasa Arab


KEISTIMEWAAN BAHASA ARAB.

➡ Apabila engkau benci pada seseorang katakanlah :

أتمني لك ليلة سعدة

(aku berharap engkau mendapatkan malam yang bahagia)

Karena kata-kata "التمني" diperuntukkan bagi sesuatu yang tidak akan didapatkan.

➡ Dan katakanlah bagi seseorang yang engkau sayangi :
أرجو لك ليلة سعدة
(aku berharap engkau mendapatkan malam yang bahagia)

2 kalimat ini memang mempunyai kesamaan makna, namun kegunaan dari kata tersebut berbeda. Dan ini adalah salah satu dari keunikan bahasa arab.

Rabu, 05 Agustus 2020

Pembagian-Pembagian Isim 'alam (Ilmu Nahwu)

Pembagian Izafah (Ilmu Nahwu)


IDHAFAH



1. Izafah Ma'nawi.
Dinamakan dengan Ma'nawi karena faidahnya kembali pada makna.
a. Berfaidah mema'rifahkan mudhaf jika mudhaf ilaih berbentuk isim ma'rifah.
Contoh : كتابُ زيدٍ
b. Berfaidah mengkhususkan mudhaf jika mudhaf ilaih berbentuk isim nakirah.
Contoh : كتابُ نحوٍ

2. Izafah lafzi.
Dinamakan dengan Lafzi karena faidahnya kembali pada lafaz saja yaitu untuk meringankan lafaz, bukan untuk mengkhususkan atau mema'rifahkan mudhaf.
Contoh : حسنُ الخلُقِ ➡ حسنٌ خلقه (buang tanwin).

Pembahasan Kalimat (Ilmu Nahwu)



الكلمات ثلاثة وهي الاسم والفعل والحرف .
🔸الاسم هو كلمة دلت على معنى في نفسها غير مقترن باحد الازمنة الثلاثة .

Isim adalah Suatu kalimat yang mempunyai makna pada dirinya dan ia tidak mengandung zaman yang 3 ( lampau, sekarang dan akan datang). Isim dinamakan dengan Isim karena tingginya (سموه) dari pada 2 saudaranya (Fiil dan Huruf) dari segi Isim tidak membutuhkan kepada yang lainnya untuk menyempurnakan kalam dan Isim dibutuhkan oleh yang lainnya.
Isim terbagi kepada 2 bagian : Isim Zahir dan Zamir.

🔸الفعل هو كلمة دلت على معنى في نفسها واقرنت باحد الازمنة الثلاثة .
Fiil adalah Suatu kalimat yang mempunyai makna pada dirinya dan ia mengandung salah satu dari zaman yang 3 ( lampau, sekarang dan akan datang). Fiil dinamakan dengan Fiil dikarenakan ia mengindikasikan kandungan makna fiil secara lughah yaitu Kejadian.
Fiil terbagi kepada 3 bagian : Fiil Madhi, Mudharik dan Amar.

🔸الحرف هو كلمة لم تدل على معنى في نفسها بل في غيرها ولم تقترن بزمن .
Huruf adalah Suatu kalimat yang tidak mempunyai makna pada dirinya akan tetapi makna tersebut terdapat pada selain dirinya dan ia tidak berzaman. Huruf yang dimaksud adalah huruf yang telah ditetapkan oleh ahli bahasa ( الوضع )*. Huruf dinamakan dengan Huruf dikarenakan ia menjadi bagian dari kalimat yang tidak mempunyai makna dengan sendirinya dan ia juga bukan merupakan rangkaian dari rukun isnad.
Huruf terbagi kepada 3 bagian : Huruf yang dipakai pada Isim dan Fiil, yang dipakai pada Isim dan yang dipakai pada Fiil.

* جاء لمعنى

Pembahasan Mengenai Kalam (Ilmu Nahwu)


الكلام هو اللفظ المركب المفيد بالوضع 🔸


Kalam adalah Suatu lafaz yang tersusun, befaidah dengan disengaja (الوضع).

Pembahasan disini adalah tentang "الوضع".
Waza' terbagi kepada 2 macam.
1. Waza' a'rabi : جعل الفظ دليلا على المعنى
"Menjadikan suatu lafaz menjadi dalil dari makna", maka jika ini yang menjadi arti dari "الوضع" maka kalam haruslah berupa bahasa arab. jadi, pengertiannya akan menjadi "Kalam adalah suatu lafaz yang tersusun, berfaidah dan berbahasa arab". Mengapa mesti berbahasa arab. ya , , , karena pencetusnya orang arab, dikarenakan kalam yang dimaksud disini adalah kalam dari golongan Ilmu Nahwu (Gramatika arab) yang berbeda hal nya dengan kalam disisi Ilmu yang berbeda.

2. Waza' aqliyah : أن يقصد المتكلّم إفادة السامع
"Memaksudkan oleh mutakallim (pembicara) memberi pemahaman bagi si pendengar", jika ini yang menjadi arti dari "الوضع" maka kalam tidak harus berupa bahasa arab, yang penting si pembicara menyengaja dalam bertutur. Jadi pengertiannya akan menjadi "Kalam adalah suatu lafaz yang tersusun, berfaidah dan disengaja".
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, mana pendapat yamg masyhur atau kuat. Menurut Syaikh Al-Khalid dalam kitab Abi Naja beliau berpendapat bahwa pendapat kuat adalah Waza' aqliyah yang berarti Qasad. Sedang Syaikh Abdullah Al-Fadhil dalam kitab Asymawi beliau berpendapat bahwa waza' yang dimaksud disini adalah Waza' a'rabi yang berarti mesti berbahasa arab.

Pertanyaan :
1. apakah kalam orang tidur yang bahasa arab bisa dikatakan kalam menurut pendapat yang pertama ????
2. apakah kalam orang indonesia yang disengaja bisa dikatakan kalam menurut pendapat yang kedua ????

🤔🤔🤔
(ref Abi Naja & Asymawi)

#Mutiaralughaharab